Pelatihan
diselenggarakan untuk menambah pengetahuan, pemahaman, dan ketrampilan bagi
peserta. Berbagai jenis pelatihan sudah sering dilakukan. Dari mulai yang
gratisan sampai yang berbayar. Namun, sudahkah kita menakar hasil pelatihan
yang kita lakukan atau ikuti?
Untuk
mengukur keberhasilan pelatihan, pihak penyelenggara kadang menyediakan
instrumen berupa pre
test dan post
test. Sebelum pelatihan, para peserta disodori
pertanyaan-pertanyaan terkait materi yang akan disampaikan. Jawaban dari para
peserta akan dicocokkan dengan hasil tes paska pelatihan.
Oleh
karena hasil dari pelatihan tak kasat mata, maka banyak pihak yang beranggapan
sia-sia melakukannya. Sebab seringnya pelatihan yang dilaksanakan, tak sesuai harapan.
Paska pelatihan, seolah tak ada beda nya. Materi yang diberikan saat pelatihan,
hanya dimengerti sebagai pengetahuan saja. Tak lebih dari itu.
Ada
beberapa indikator untuk menakar hasil pelatihan. Indikator-indikator ini bisa
digunakan untuk mengevaluasi pelatihan-pelatihan yang sudah kita laksanakan.
Indikator-indikator itu antara lain:
Input (Masukan)
Termasuk
dalam kategori input
ialah peserta, materi, dan pembicara. Ketiga unsur tersebut menjadi salah satu
tolok ukur keberhasilan dalam pelatihan. Kita bisa melihat apakah peserta
pelatihan yang datang, benar-benar mengingini pelatihan tersebut. Jika peserta
yang datang, tidak memiliki minat dalam pelatihan, maka kecil kemungkinan,
pelatihan tersebut akan berhasil.
Kesesuaian
materi dengan tema pelatihan pun menentukan. Pemilihan materi dengan tujuan
pelatihan perlu diperhatikan. Fokus pada capaian yang diinginkan sebaiknya
diberikan pada pembicara. Jika ini tak dilakukan, bisa-bisa pembicara
memberikan materi, jauh dari apa yang diharapkan.
Penyelenggara
pelatihan harus bisa menghadirkan pembicara yang berkompeten. Kemampuan si
pembicara dalam mengaplikasikan materi pada aktifitas kesehariannya bisa
dijadikan acuan. Apakah pembicara yang mengisi, telah benar-benar
mengaplikasikan materi yang dibawakan atau tidak. Akan lebih meyakinkan saat
pembicara memiliki prestasi dari materi yang dibawakannya.
Process (Proses)
Ketepatan
dalam memilih peserta, materi, dan pembicara akan menentukan proses pelatihan.
Antusias dan tidak dalam menyimak pemberian materi, akan terlihat. Jika mereka
merasa penting mengikuti pelatihan tersebut, mereka akan antusias. Namun akan
terjadi sebaliknya.
Materi
yang diberikan saat pelatihan perlu disesuaikan dengan tingkat pemahaman
peserta. Bahasa pengantar dari pelatihan yang terlalu tinggi atau rendah, akan
mengurangi kualitas proses pelatihan. Belum lagi cara memberikan materi yang
membosankan, atau justru terlalu banyak candaan. Jelas akan mengurangi greget
selama proses.
Pembicara yang baik adalah mereka yang bisa memahami peserta.
Tak
bijak rasanya, saat pembicara berbicara dengan gaya nya sendiri. Pembicara
harus bisa menyesuaikan diri dengan peserta. Tidak terus menerus berbicara,
padahal peserta sudah mulai bosan, misalnya. Perlu ada variasi penyampaian.
Asalkan tidak keluar dari fokus peserta.
Output (Keluaran)
Setelah
kita yakin bahwa ketiga unsur tersebut sesuai, maka harapan akan berhasilnya
sebuah pelatihan, akan mudah dideteksi. Perpaduan dari ketiga unsur tersebut
akan tergambar pada hasil akhir saat pelatihan berlangsung. Ucapan-ucapan
kepuasan dan atau ketagihan dari peserta bisa menjadi hipotesa awal.
Mengukur
hasil keluaran saat itu dengan mudah dilihat. Saat jeda istirahat, ada beberapa
peserta yang kemudian membahas materi tersebut. Tak jarang yang kemudian
mendekati si pembicara untuk berdiskusi lebih lanjut.
Jika
pelatihan lebih bersifat teknis, peserta biasa nya akan bertanya yang lebih
mendalam. Atau antar peserta justru mendiskusikan dan praktik bersama-sama.
Peserta yang tertarik, tapi belum begitu paham, akan lebih semangat bertanya
dan praktek belajar lagi. Keluaran saat pelatihan terlihat saat itu.
Outcome (Hasil)
Hasil
nyata dari pelatihan ialah peserta mau mempraktekkannya. Materi yang diterima
saat pelatihan, tidak semata menjadi pengetahuan saja. Peserta akan
mempraktekkan dalam aktifitas kesehariannya. Dia mengerti, memahami, dan bisa
mempraktekkan. Sebab dalam mempraktekkan sesuatu itu, dia sadar dan merasa itu
perlu.
Konsistensi
dalam mempraktekkan hasil pelatihan dan terus belajar adalah bukti
keberhasilan. Peserta yang mampu melakukan hal tersebut adalah peserta yang
berhasil. Bagi peserta yang belum mengerti, akan berusaha mencari tahu paska
pelatihan. Baik kepada pembicara maupun teman yang dianggap lebih mengerti.
Sebetulnya
tak perlu banyak yang demikian. Sebagian kecil dari peserta yang mau
melakukannya, menurutku lebih dari cukup. Apalagi jika hampir semua bisa
melakukannya. Sampai tahap ini, boleh lah kita mengklaim.
Impact (Dampak)
Peserta
pelatihan yang senantiasa mempraktekkan hasil pelatihan akan bisa memberikan
dampak kepada orang lain. Orang lain yang melihat, akan tertarik. Dia mulai
bertanya dan belajar pada peserta yang berhasil itu. Begini yang sebenarnya
kita harapkan.
Paska
pelatihan, para peserta bisa mempraktekkan dan menularkan kemampuannya pada
orang lain. Terlebih orang lain yang dimaksud adalah mereka yang tak mengikuti
pelatihan tersebut. Keberhasilan pelatihan lebih bisa di klaim, saat peserta
mampu menjelma menjadi pembicara yang handal pula.
Nah,
jika pelatihan-pelatihan yang dilakukan belum sampai pada fase outcame atau impact, perlu di
evaluasi. Jangan-jangan pelatihan yang dilakukan masih sebatas seremonial atau
pengguguran kewajiban saja.
Peserta
yang ikut pelatihan mungkin masih karena mobilisasi atau ada iming-iming
sesuatu. Apalagi jika niatan mengikuti pelatihan masih tujuan jangka pendek,
yakni uang transport atau selembar sertifikat saja. Wah, kacau deh.
Sumber : Kikis.id