Sumber : Kikis.id
Lelucon:
“logika tak bisa berjalan tanpa logistik”, ada benarnya. Bahkan, logika bisa
disesuaikan pemberi logistik. Sebab logika memang bisa di bolak-balik. Asalkan
logistik terpenuhi, logika bisa berjungkil balik. Mengapa bisa demikian? Karena
logika tak memiliki pegangan pasti. Apalagi bagi yang bangga dengan logika
sendiri.
Berseliwerannya
berbagai status di media sosial pun dalam rangka mempengaruhi logika. Logika
benar bisa jadi rusak. Apalagi logika yang diikuti berasal dari para idola. Tak
peduli latar belakang dan profesi sang idola. Ibarat nya, bau busuk dari mulut
idola akan tercium wangi. Sedang bau wangi dari mulut yang dibenci tetap
terendus busuk. Ironis.
Kiblat
Apa
yang ada dalam pikiran bergantung pada kiblat kebenaran. Patokan apa yang akan
meluruskan sebuah logika, sangat menentukan. Ini tergambar pada ucapan dan
perilaku individu yang bersangkutan. Pembawa kiblat kebenaran yang menjadi
patokan akan menjadi idola. Tingkah laku pembawa kiblat kebenaran akan ditiru
oleh para pengikutnya.
Kiblat
kebenaran bisa berupa kitab suci, berbagai paham, peradaban sebuah bangsa, atau
percampuran dari itu semua. Bagi para pengikutnya, kiblat kebenaran itu
memiliki keunggulan sendiri dibandingkan dengan yang lain. Kesamaan rasa dan
penghargaan terhadap sesuatu menjadi pengikatnya.
Memilah
dan memilih kiblat kebenaran adalah hak setiap insan. Pemilihan itu mendasari
hakikat hidup dan tujuan yang dituju. Apakah kiblat kebenaran itu akan membawa
kebahagiaan atau tidak. Konsekuensi masing-masing tentu sudah dipikirkan
matang-matang. Yang paling penting, pemilihan kiblat kebenaran seharusnya bukan
karena tren atau sekedar ikut-ikutan.
Pahami
benar kiblat kebenaran yang kita ikuti. Karena kepribadian, ucapan, dan
perilaku kita akan tergambar dari kiblat kebenaran yang dipilih. Pertimbangkan
kembali jika kiblat kebenaran yang kita pilih, justru mencelakakan kita. Ini
bukan sekedar mencari sensasi. Kiblat kebenaran adalah jalan hidup.
Menyesuaikan Logika
Logika
yang terbangun bisa terdampak dari pemilihan kiblat kebenaran. Namun ada kala
nya, tidak masuk logika juga. Dangkal dan sempitnya cara kita memandang sesuatu
bisa jadi penyebabnya. Logika dari kiblat kebenaran menjadi tak masuk akal.
Meski kita yakin bahwa kiblat kebenaran itu benar.
Penyesuaian
logika dengan kiblat kebenaran bisa dilakukan. Namun ada kala nya nafsu lebih
besar dari itu. Saat kiblat kebenaran tidak masuk di akal, jalan pintas beralih
menjadi pilihan. Sebenarnya tidak ada paksaan dalam hal ini. Semua menjadi
pilihan dan tanggung jawab masing-masing.
Bagi
sebagian orang, kolaborasi antar berbagai kiblat kebenaran merupakan pilihan
tepat. Sebagian logika diambilkan dari satu sumber, sedang sebagian yang lain
diambilkan dari sumber lain. Inti nya mencari titik keseimbangan dari berbagai
pilihan. Benar kah demikian? Silakan Anda putuskan.
Keterbatasan Logika
Semua
manusia, akal kita dibatasi. Segala yang kita pahami bermula dari pendidikan,
pergaulan, dan pengalaman yang kita alami. Maka tak heran jika masing-masing
orang memiliki pendirian yang berbeda-beda. Yang terpenting, perbedaan itu
jangan menjadi penghalang dalam pergaulan.
Namun,
tak sedikit orang yang mengagungkan logika. Saat semua tak masuk di logika
mereka, maka ditolak. Standar pengukuran adalah masuk dan tidaknya pada logika
mereka. Padahal logika mereka belum tentu bisa diterima oleh orang lain juga.
Menganggap logika sebagai standar kebenaran merupakan wujud kesombongan.
Sebagai
seorang muslim, tentu banyak kejadian di masa lalu dan sekarang yang jauh dari
logika. Akan tetapi, karena itu benar adanya, kita mesti meyakini, kecuali yang
mengingkari.
Keterbatasan
logika seperti keterbatasan indera yang lain. Saat mata kita memandang ke
langit cerah, yang terlihat adalah langit biru. Padahal ilmu pengetahuan telah
membuktikan bahwa ada gugusan bintang dan planet-planet lain yang tak terlihat
di sana. Demikian juga dengan suara ultrasonik. Meski berada di lingkungan
kita, kita tak bisa mendengarkannya. Itu lah keterbatasan.
Waspadai Infiltrasi
Gempuran-gempuran
infiltrasi logika semakin marak. Keterbukaan informasi dan komunikasi menjadi
alat mempengaruhi pikiran orang lain. Infiltrasi baik akan membawa kebaikan,
sedang yang buruk akan berimbas sebaliknya. Kebijaksanaan dalam menyaring akan
menentukan.
Setiap
penyebar keyakinan, menggunakan logika untuk menambah pengikutnya. Semakin
banyak pengikut, akan mempermudah jalan menguasai. Tujuan menjadi penguasa,
akan mempermudah dalam menyebarkan keyakinan pula. Logika bermain untuk
mengerahkan massa menuju kekuasaan.
Permainan
dalam mengubah logika benar dilakukan secara massif. Perbandingan dan analogi
untuk memasuki ruang logika orang lain sering dilakukan. Andai logika orang
sudah dimasuki, mudah baginya mempengaruhi sikap dan pilihannya. Tentu saja
sikap dan pilihan yang diingini oleh mereka.
Infiltrasi
logika mudah dilakukan pada jiwa-jiwa labil. Mereka yang kecewa terhadap
sesuatu, mudah sekali dimasuki. Terlebih kekecewaan mereka, terhadap sesuatu
yang awalnya dikagumi. Ketidaksiapan menerima kenyataan membuat mereka berlari
mencari teman dalam pembenaran. Jika teman yang ditemui adalah penebar logika
tak sehat, maka tak sehat pula dia.
Pegang Teguh Kiblat Kebenaran
Memegang
teguh kiblat kebenaran akan mempermudah dalam menjalani hidup. Logika yang
bersliweran lebih mudah disaring. Saat logika tak masuk, kembalikan pada kiblat
kebenaran. Sebab logika memang terbatas. Tidak ada jaminan mereka yang
berpendidikan tinggi, memiliki logika benar. Namun, belajar dari pemikiran
mereka pun tak salah. Tinggal bagaimana kita menyaringnya.
Mempelajari
kiblat kebenaran pun mesti diawali dengan kekosongan pikir. Artinya,
subyektifitas dalam berpikir tidak bisa diikutikan. Jika subyektifitas sudah
bermain, maka kebenaran pada kiblat kebenaran, akan tertolak jika bertentangan
dengan subyektifitas berpikir.
Selain
itu, kiblat kebenaran pun akan diambilkan sebagian saja guna pembenar
subyektifitas berpikir. Jika sesuai dengan logika, akan diambil sebagai
pembenar. Tatkala berbeda, maka ditolak dan ditafsirkan berbeda.
Kebenaran
logika berpikir biasanya akan tergambar dalam perilaku nya sehari-hari. Lihat
la kesehariannya. Apakah dia layak jadi panutan atau tidak. Jika ucapan berbeda
dengan perilaku, maka waspada lah.