Indonesia terus membuat langkah maju dalam
memperluas akses pendidikan anak usia dini (PAUD) di seluruh nusantara yang
sekarang mencapai sekitar 70.1%
dari anak usia 3-6 tahun. Meskipun ketersediaannya meningkat, mutu
layanan masih rendah, terutama di daerah pedesaan dan daerah dengan pendapatan
rendah. Selain itu, masih ada ketergantungan pada guru yang kurang
memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan, serta banyaknya guru yang
memperoleh pelatihan formal yang tidak memadai, atau bahkan sama sekali tidak
mendapat pelatihan.
Manfaat yang besar dari PAUD hanya dapat
direalisasikan jika layanan yang diterima anak-anak memiliki kualitas yang
memadai. Kurangnya guru yang terampil di pedesaan memberi risiko menambah
ketimpangan peluang di Indonesia. Dengan demikian, yang perlu dipercepat adalah
memberi pelatihan memadai bagi tenaga pendidik di tingkat pendidikan anak usia
dini yang terus bertambah jumlahnya untuk memenuhi kebutuhan anak di seluruh
nusantara.
Pendekatan baru diperlukan untuk mencapai skala
ini, karena pengeluaran pemerintah untuk PAUD terbatas dan pendekatan top-down
yang sekarang berjalan untuk pelatihan guru tinggi biayanya. Model yang ada
saat ini juga memberi hambatan besar bagi guru di pedesaan, karena melibatkan
perjalanan yang jauh atau relokasi ke pusat perkotaan di daerah untuk jangka
waktu yang panjang untuk mendapatkan kualifikasi mereka.
UU Desa yang diperkenalkan baru-baru ini
melibatkan jumlah dana hingga US$140,000 yang diberi langsung ke setiap desa di
Indonesia, untuk membiayai program pembangunan berdasarkan kebutuhan dan
prioritas mereka sendiri. Saat ini ada 196,378 pusat
PAUD di seluruh Indonesia dan hampir semua dikelola sendiri, seringkali oleh
komunitas sendiri.
Memasukkan anak-anak ke Layanan PAUD (Pendidkan Anak Usia Dini) yang bermutu sering merupakan prioritas tinggi bagi masyarakat, dan UU Desa memberikan kesempatan bagi desa-desa untuk melakukan investasi di pusat PAUD dan guru-guru mereka sendiri mengingat investasi publik yang terbatas.
Memasukkan anak-anak ke Layanan PAUD (Pendidkan Anak Usia Dini) yang bermutu sering merupakan prioritas tinggi bagi masyarakat, dan UU Desa memberikan kesempatan bagi desa-desa untuk melakukan investasi di pusat PAUD dan guru-guru mereka sendiri mengingat investasi publik yang terbatas.
Tahun lalu Bank Dunia dan Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan meluncurkan program percontohan Garis Depan PAUD / Generasi
ECED Frontline di Indonesia. Dengan pendanaan dari Australian
Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT), program tersebut bertujuan
memanfaatkan dana dari UU Desa untuk meningkatkan ketersediaan pengembangan
profesional yang berkualitas tinggi, dan dengan harga yang dapat terjangkau
untuk guru PAUD di 25 pedesaan di kabupaten. Program ini memberi pelatihan yang
bermutu di tingkat kecamatan, sehingga menjadi lebih dekat bagi para guru yang
melayani komunitasnya. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan jumlah tenaga
pelatih kabupaten setempat untuk memberikan pelatihan, serta mempekerjakan LSM
PAUD setempat yang menangani logistik.
Program percontohan ini juga memperkenalkan partisipasi masyarakat dalam proses pemberian layanan. Pemerintah desa dapat menominasi guru di daerah untuk mendapat pelatihan, dan kelompok komunitas mengadakan pengaturan kontrak dengan LSM, dan bertanggungjawab untuk memonitor kinerja serta mengelola dan mendistribusikan dana.
Program percontohan ini juga memperkenalkan partisipasi masyarakat dalam proses pemberian layanan. Pemerintah desa dapat menominasi guru di daerah untuk mendapat pelatihan, dan kelompok komunitas mengadakan pengaturan kontrak dengan LSM, dan bertanggungjawab untuk memonitor kinerja serta mengelola dan mendistribusikan dana.
Pada tahun 2016, 203 kelas pelatihan diberikan kepada guru komunitas dari lebih 2,500 desa. Bagi sebagian besar guru tersebut ini adalah kesempatan pertama mereka mengikuti pelatihan formal.
Dengan semangat, para pelatih ahli bersedia
melalui medan yang sulit, dengan sepeda motor atau bahkan kapal kecil untuk
mencapai wilayah terpencil, dan juga tinggal bersama keluarga setempat di mana
tidak ada pilihan akomodasi yang tersedia. Dengan adanya komitmen ini,
pelatihan diberikan di tingkat kecamatan, sehingga para guru tidak perlu
melakukan perjalanan jauh, dapat kembali ke rumah mereka pada malam hari, dan
dapat membawa anak-anak mereka ke sesi pelatihan.
Program percontohan dua tahun beroperasi dengan
mengalokasikan dana yang dikhususkan bagi masyarakat untuk membiayai pelatihan
untuk tiga guru dari desa mereka setiap tahun (kurang lebih Rp. 1,500,000 (USD
110) per guru). Ketika komunitas menjadi lebih mengenalnya melalui keterlibatan
dalam proses penyerahan layanan, diharapkan mereka akan mulai menggunakan Dana
Desa untuk membeli paket pelatihan untuk guru-guru mereka, mengingat biaya unit
yang rendah.
Sistem pelatihan yang berbasis kabupaten, berfokus pada komunitas menunjukkan model yang lebih berbasis pasar untuk penyediaan jasa dengan menghubungkan pasokan dan permintaan untuk PAUD yang bermutu di tingkat daerah. Pendekatan ini memiliki potensi untuk mempercepat peningkatan keterampilan guru komunitas di wilayah pedesaan dan wilayah terpencil di Indonesia, untuk memastikan bahwa generasi yang akan datang memiliki awal yang setara, di manapun mereka dilahirkan.
Sistem pelatihan yang berbasis kabupaten, berfokus pada komunitas menunjukkan model yang lebih berbasis pasar untuk penyediaan jasa dengan menghubungkan pasokan dan permintaan untuk PAUD yang bermutu di tingkat daerah. Pendekatan ini memiliki potensi untuk mempercepat peningkatan keterampilan guru komunitas di wilayah pedesaan dan wilayah terpencil di Indonesia, untuk memastikan bahwa generasi yang akan datang memiliki awal yang setara, di manapun mereka dilahirkan.
Sumber : http://blogs.worldbank.org/
Post a Comment
Sampaikan Komentar Anda Disini....