Sistem
digital tak hanya di kota besar. Teknologi 'melipat' ruang kini sudah di
mana-mana. Sistem digital pun sangat mungkin diterapkan di kawasan pedesaan
dengan menjadi desa digital.
Seiring
perkembangan teknologi dan informasi, dengan telepon pintar kini masyarakat
sudah bisa mengakses segala informasi dan kebutuhan dengan sekali 'sentuh'.
Seperti yang dijumpai di Desa Lamuhu sebagai desa digital.
Konsep
desa digital itu digagas jajaran aparat Desa Lamahu, Kecamatan Bulango Selatan,
Bone Bolango, Gorontalo dalam mengembangkan Command Center berbasis Android.
Konsep Desa Digital ini pertama di Indonesia dalam pelaksanaan pemerintahan
daerah.
Saat
menapakkan kaki di Desa Lamahu, sangat menyengat. Lokasinya jauh dari pusat
keramaian kota. Permukiman rumah warga yang berjejer di pinggiran jalan menjadi
pemandangan yang menghiasi wajah pemekaran Desa Huntu itu. Untuk menjangkau
pusat kantor desa harus menembus jalan kecil di antara pertengahan lahan
persawahan warga.
Namun
jangan dipandang sebelah mata. Meski wajah Lamahu terkesan layaknya kawasan
pedesaan lain, tapi Desa Lamahu kini menjadi pilot project desa digital pertama
di Indonesia lewat Command Center.
Bagi
kota besar seperti Jakarta, Surabaya, atau Bandung, Command Center memang tak
lagi asing di telinga. Command Center merupakan sebuah gagasan pelayanan
respons cepat pemerintah yang berbasis Android. Di Desa Lamahu sendiri mereka
lebih mengembangkan konsep Command Center dalam spektrum kedesaan.
Menurut
Kepala Desa Lamahu, Hasan Hasiru, Command Center merupakan perwujudan cita-cita
pemerintah Desa Lamahu yang digagas bersama Karang Taruna dan Pemuda Elnino
Center. Command Center dimaksudkan sebagai pusat pelayanan digital pemerintah
desa yang banyak mendatangkan manfaat dalam melayani kebutuhan masyarakat.
Cara
kerjanya, Command Center nantinya menjadi satu pusat sistem desa digital untuk
memantau aktivitas sekaligus memberikan layanan masyarakat dalam satu desa.
Konsep desa digital itu juga ditunjang dengan 32 tiang cerdas atau smart pole
dengan dilengkapi CCTV, WI-FI, lampu otomatis, serta sensor cahaya dan gerak.
Semua itu dipasang di sembilan titik pada kawasan pinggiran desa dan 23 titik lagi
di permukiman rumah warga serta lahan pertanian.
Untuk
memanfaatkan fungsi Command Center masyarakat yang memiliki smartphone berbasis
Android harus memiliki aplikasi Panic Button di playstore. Aplikasi Panic
Button di dalamnya tersedia tiga pilihan, diantaranya layanan keamanan,
kesehatan, dan pelayanan pengurusan berkas kependudukan atau keterangan surat
izin.
Dengan
begitu ketika para pengguna aplikasi, dalam hal ini warga desa, kalau ada
kejadian tindak kriminal maka warga hanya tinggal menekan tombol darurat pada
aplikasi Panic Button itu. Seketika juga alarm akan berbunyi karena
terintegrasi di smartphone Babinsa Babinkamtimas, aparat desa, dan kecamatan
serta kepala Puskesmas.
"Jadi
kalau ada pencurian tinggal langsung pencet saja tombol, maka direspon cepat
warga dan aparat desa. Kalau pilih tombol layanan kesehatan pada aplikasi Panic
Button itu berarti tandanya ada penanganan kesehatan yang segera ditangani,
baik itu sakit, meninggal, atau ibu melahirkan," ujar Hasan.
Sementara
kalau tekan tombol layanan pengurusan berkas maka warga yang menekan secara
otomatis itu akan muncul data lengkap kependudukannya yang telah diinput. Data
kependudukan itu muncul dengan mode tampilan meliputi nama, letak GPS, dan
identitas lainnya.
"Lalu
tinggal dipenuhi saja apakah warga minta dibuatkan surat keterangan atau berkas
kependudukan dan surat izin usaha," ujar Hasan.
Syamsu
Panna sebagai tim ahli Command Center menambahkan, dengan Command Center ini,
satu kontrol akan mencakup banyak layanan kebutuhan masyarakat, diantaranya
layanan E-Siskamling, internet rakyat, sampai dengan Smart Village. Khusus
tambahan, Command Center itu juga menyediakan Wifi gratis dengan kecepatan 10
mbps untuk warga desa.
"Untuk
mengakses login internet itu maka setiap warga harus terlebih dahulu menginput
data kependudukannya berupa NIK dan password. Layanan itu dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan remaja yang selalu beralasan pergi keluar hanya demi ke
warnet," ujar Syamsu.
Hasan
dan Syamsu mengakui pembuatan Command center ini masih tergolong jauh dari
kesempurnaan. Pembuatannya butuh memakan waktu dan sulit. Sebab selain alat dan
perangkat, dibutuhkan juga hal lain, misalnya sofware aplikasi, dan basis data.
Tak heran pembuatan desa digital ini memakan waktu berbulan-bulan.
(
Aldiansyah Muchammad Fachrurrozy )
Silahkan tonton Videonya dibawah ini
Silahkan tonton Videonya dibawah ini
Sumber
:
Artikel : https://indonesiamynusantara.blogspot.co.id/2017/06/desa-lamahu-desa-digital-indonesia.html
Video : https://www.youtube.com/watch?v=useLuBe4858
Video : https://www.youtube.com/watch?v=useLuBe4858
Post a Comment
Sampaikan Komentar Anda Disini....