Untuk skala lokal Desa, UU
Desa menegaskan hak Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau sebutan lainnya
(Badan Musyawarah Nagari; BMN) untuk
mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan Pemerintahan
Desa kepada Pemerintah Desa, termasuk didalamnya adalah aliran penggunaan
DD.
Musyawarah Desa yang
diselenggarakan BPD/BMN menjadi forum resmi untuk melakukan pengawasan berbasis
kepentingan Desa. Contoh, pengawasan aliran
DD didalam Bidang Pembangunan Desa dibahas dalam Musyawarah Desa dengan
agenda strategis, misalnya, apakah aliran DD sudah mengatasi masalah akses
masyarakat Desa terhadap Posyandu, Poskesdes, Polindes, tenaga kesehatan di
Desa, beasiswa sekolah untuk warga miskin, ruang belajar masyarakat ( community
centre ) dan seterusnya.
Pengawasan dilakukan dari
“jauh”, sedangkan pemeriksaan dilakukan dari “dekat”. Pengawasan aliran DD yang
dilakukan oleh BPD cukup membahas hal strategis penggunaan DD dalam mengatasi
masalah di Desa. Disisi lain, pemeriksaan dokumen penggunaan DD seperti
kuitansi yang dibandingkan dengan dokumen perencanaan (RPJM Desa, RKP Desa, APB
Desa, RAB dll), dilakukan oleh BPKP sebagai pihak yang berwenang dalam
melakukan audit.
Masyarakat berhak
melakukan pengawasan secara partisipatif terhadap penggunaan DD, antara lain
melakukan pengawasan secara partisipatif tehradap pelaksanaan Pembangunan Desa
dibandingkan dengan isi Peraturan Desa yang telah diterbitkan. Masyarakat juga
berhak mendapatkan informasi tentang pelaksanaan kegiatan yang menggunakan DD.
BPD harus menjamin hak masyarakat dalam mengakses informasi pengggunaan DD,
terutama penggunaan DD untuk kegiatan pelayanan publik dan pelayanan sosial
dasar di Desa. Jika dipandang perlu, BPD/BMN menyelenggarakan Musdes
berdasarkan Peraturan Menteri Desa PDTT No. 2/2015 dengan melibatkan perwakilan
kelompok masyarakat tersebut untuk melakukan pengawasan strategis.