by yyudhanto
Salah satu agenda desa
yang menarik selain hari raya agama adalah Pilkades atau Pilihan Lurah (dalam
bahasa lain). Pemilihan seorang kepala desa memang selalu menjadi hiburan pesta
rakyat yang paling ditunggu-tunggu oleh orang di desa. Bagaimana tidak, hampir
semua warga desa berkumpul di balai desa untuk menentukan siapakah yang paling
berhak menjadi orang nomor saatu di desa yang mereka tempati.Kepala desa,
walaupun merupakan jabatan politis dengan pendapatan tidak besar dibanding
dengan beratnya resiko yang harus ditanggung oleh pak/bu kades terpilih. Dari
beban psikologis sampai dengan beban berat ‘nyumbang’ setiap ada undangan, dan
dipastikan rutin apalagi setiap musim nikah.
Beberapa orang
berpendapat, bahwa menjadi Kades adalah prestise, kebanggaan dari sebuah
keturunan. Sehingga setelah harta teraih, maka apalagi kalo bukan kekuasaan.
Nah demi tujuan itu, seringkali Pilkades seolah-olah jadi ajang
menghabiskanuang dari masing-masing kontestan demi mendapatkan kebanggaan
seagai seorang Kades.
Namun banyak pula yang
bermotivasi Kades yang lebih benar, yakni membangun desa. Apalagi saat ini desa
mendapatkan kucuran dana dari pusat sangat banyak bahkan bermilyar nilainya.
Tentunya motivasi yang benar tadi harus diiringi softskill yang berkualitas.
Didalam softsklill ada kemampuan leadership, pengetahuan teknologi dan
kelihaian dalam komunikasi kepada rakyat, aparat dan mitranya.
Pilkades Jaman Belanda
Budaya Pilkades telah
mengakar cukup lama bahkan sebelum era penjajahan. Namun tahukan kamu, bahwa
pemilihan kepala desa pada jaman dahulu tidak seperti sekarang ini. Model
pemilihan kepala desa yang paling sederhana pada jaman penjajahan Belanda
adalah dengan cara pilihan terbuka. Masing-masing pemilih dan pendukung calon
kepala desa membuat barisan adu panjang ditanah lapangan, makin panjang
barisannya makin menang.
Sehingga akan terliat
pendukung inti, yang pada saat ini dikenal dengan tim sukses masing-masing
kandidat kepala desa. Calon kepala desa terpilih adalah yang barisan
pemilih/pendukungnya paling panjang. Model pemilihan seperti ini sangat rawan
sekali adanya konflik horisontal secara terbuka antara pendukung calon yang
satu dengan calon lainnya. Tapi dimaklumi, ini adalah bagian dari taktik
Belanda dan juga penguasaan teknologi yang belum ada (minim).
Dalam perkembangan
selanjutnya untuk mencegah adanya konflik terbuka antar pendukung maka model
pemilihan kepala desa dilaksanakan dengan pemilihan langsung secara tertutup.
Pemungutan suara
dilaksanakan dengan menggunakan lidi
(bahasa jawa = biting) yang diberi tanda khusus oleh panitia kemudian dimasukan
didalam “bumbung” (bambu) yang diletakkan didalam bilik tertutup, atau ada juga
yg menggunakan pelepah pisang untuk ditancapi lidi. Jumlah “bumbung”
disesuaikan dengan jumlah calon yang ada. Masing-masing bumbung ditandai dengan
simbol berupa hasil bumi atau palawija.
Misalnya calon kepala desa
si “A” menggunakan simbol “Jagung”, calon si “B” menggunakan simbol “Padi” dan
seterusnya. Setiap pemilih yang menggunakan hak pilihnya menerima satu
“biting”/lidi dan dibawa masuk ke dalam bilik tertutup. Didalam bilik pemilih
tadi memasukkan lidi kedalam “bumbung” sesuai pilihannya, misalnya memilih si A
maka pemilih akan memasukkan lidi kedalam “bumbung” bergambar jagung. Cukup
sederhana bukan?
Dan setelah selesai
memilih, petugas penjaga akan memukul kentongan bambu sebagai tanda pemilih
selanjutnya untuk memasuki bilik, metode ini di kenal dengan istilah Trutug.
Hingga sekarang ini pun istilah biting/lidi masih dipergunakan pada saat ada
pemilihan.
Pilkades Jaman Modern
Saat ini untuk lambang
dari masing-maing kontestan masih mengadopsi gaya lama yakni gambar hasil bumi.
Hanya saja pemilih mendapatkan kertas, kemudian mencoblos pilihannya. Kemudian
memasukkan kedalam kotak kertas. Biasanya untuk desa dengan penduduk 2000-3000
orang hanya butuh waktu pagi s.d siang selesai. Tetapi untuk penduduk diatas
5000 maka dipastikan bisa sampai dengan sore bahkan malam.
Nah itulah sejarah dari
model Pilkades yang ada di negeri tercinta ini. Apakah anda tertarik untuk yang
dipilih?
Sumber : http://rumahstudio.com/2016/11/07/sejarah-pilkades-dahulu-dan-sekarang/
Post a Comment
Sampaikan Komentar Anda Disini....