Oleh : Muhammad Amir Ma'ruf
Beberapa dasawarsa terakhir, teknologi informasi berkembang sedemikian
cepat seiring meningkatnya jumlah penduduk. Kebutuhan tersebut didasari oleh
semakin tingginya mobilitas manusia sehingga membutuhkan akses informasi yang
mudah, cepat, dan akurat.
Menilik tiga windu kebelakang, kebanyakan orang harus mencari telepon umum
jika ingin bersapa dengan sanak saudaranya. Hanya berselang beberapa tahun
ketika ponsel mulai umum dimiliki, telepon umum mulai digantikan dengan layanan
telepon seluler dan layanan pesan pendek (SMS).
Zaman semakin maju, layanan telepon seluler dan SMS pun mulai digantikan
dengan berbagai layanan berbasis internet. Mulai dari mengirim surat hingga
bertatap muka melalui panggilan video. Bahkan, kemenkominfo merilis pada tahun
2017 ada sekitar 143,26 juta pengguna internet di Indonesia.
Fenomena ledakan data atau yang lazim dikenal
dengan big data tidak dapat dihindari seiring dengan pesatnya
penggunaan teknologi berbasis kecerdasan buatan atau artificial
intelegence (AI). Tidak hanya teknologi informasi, penggunaan
teknologi AI ini juga merambah pada teknologi penyimpanan. Berbagai media
penyimpanan berbasis fisik kini mulai ditinggalkan dan digantikan dengan
penyimpanan berbasis komputasi awan yang menggunakan internet karena dianggap
lebih ringkas dan mudah.
Salah satu contoh penyimpanan yang menggunakan teknologi komputasi awan
adalah Google Drive. Kini orang-orang tidak lagi cemas ketika folder di ruang
kerja penuh dengan lembaran arsip, atau berkas penting tertinggal
dirumah.Penggunaan komputasi awan sebagai sarana penyimpanan memiliki kelebihan
dibandingkan dengan sarana penyimpanan konvensional.
Jika sarana konvensional mengharuskan pengguna untuk mengganti piranti
penyimpanan ketika terjadi overload, komputasi awan menawarkan
kemudahan berupa penambahan kapasitas tanpa perlu mengganti sumber daya dan
memindahkannya ke “wadah” yang lebih besar.
Selain itu, komputasi awan menawarkan kemudahan akses yang memungkinkan
pengguna saling berbagi pakai. Penyimpanan berbasis komputasi awan tidak harus
menggunakan internet publik, melainkan juga dapat menggunakan intranet yang
justru lebih digemari oleh entitas bisnis modern karena dianggap lebih aman.
Namun, tidak semua entitas bisnis tersebut mampu membangun infrastruktur untuk
penggunaan komputasi awan karena membutuhkan piranti yang berteknologi lebih
tinggi.
Komputasi Awan dikalangan Masyarakat
Tanpa disadari, penggunaan komputasi
awan ini sudah sangat populer digunakan oleh masyarakat umum. Sebuah portal
internet yang memiliki layanan umum seperti e-mail,
penyimpanan media, bahkan penggunaan media sosial merupakan salah satu
pemanfaatan dari komputasi awan.
Ketika seseorang mengunggah sebuah
foto ke linimasa, secara konseptual orang tersebut sudah memanfaatkan
penyimpanan komputasi awan karena dapat diakses melalui berbagai perangkat dan
dimana saja.
Sama halnya ketika kita menggelar
lapak di sebuah situs jual beli dalam jaringan (daring), penggunaan sarana
tersebut sudah memanfaatkan komputasi awan. Perusahaan-perusahaan yang
lebih banyak memanfaatkan layanan dalam jaringan kini menyadari potensi
keuntungan yang didapat dari penggunaan komputasi awan. Perusahaan tersebut
berlomba-lomba untuk “menjual data” dari para pelanggan yang memanfaatkan jasa
mereka.
Data-data pelanggan berupa histori
pencarian dan ketertarikan sebuah layanan memunculkan para ide-ide yang membuat
produsen lebih efektif dan efisien dalam melakukan promosi pemasaran.
Mereka menjadi tahu harus kepada
siapa mereka mengiklankan produk tertentu yang pada akhirnya akan meningkatkan
gairah bisnis mereka. Sebagai contoh perusahaan layanan transportasi dalam
jaringan Go-Jek, valuasi mereka kini melebihi perusahaan sekelas Garuda
Indonesia. Hal ini tentu sebagai barometer prospek bisnis yang memanfaatkan
teknologi komputasi awan.
Sebuah Paradoks
Pemanfaatan komputasi awan dikalangan
masyarakat umum lebih didominasi oleh komputasi awan berbasis internet publik.
Oleh karena itu, ketersediaan jaringan internet yang memadai merupakan syarat
mutlak agar masyarakat ikut merasakan manfaat dari komputasi awan.
Untuk sebagian wilayah Indonesia
seperti Pulau Jawa dan kota besar lain di luar Jawa mungkin tidak menemui
kendala yang berarti. Akan tetapi, saudara-saudara kita yang berada di daerah
3T masih belum merasakan kemudahan dalam penggunaan komputasi awan. Jangankan
untuk berselancar dalam jaringan, untuk sekadar telepon saja terkadang masih
kesulitan.
Badan Aksebilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI)
menyebutkan bahwa sampai Juli 2018 masih ada 11% blank
spot seluler di wilayah Indonesia. Perlu sekitar 5000 site lagi agar seluruh wilayah di
Indonesia dapat merdeka sinyal. Masih adanya blank
spot ini menunjukkan belum meratanya infrastruktur
telekomunikasi di Indonesia.
Padahal, agar masyarakat dapat
memanfaatkan teknologi komputasi awan tak sebatas sinyal 2G, jaringan internet
minimal 3G sangat dibutuhkan agar akses menjadi lebih mudah. Terlihat miris,
disaat petani di Jepang sudah menggunakan teknologi komputasi awan untuk
membantu mereka memantau tanaman mereka dari tempat yang jauh sekalipun, kita
masih sibuk dengan bagaimana seluruh masyarakat terbebas dari “buta sinyal”
pada tahun 2020.
Hal ini tentu menjadi pekerjaan rumah
bagi pemerintah agar seluruh wilayah Indonesia terutama di pemukiman dan objek
pariwisata dapat dijangkau oleh jaringan internet sehingga masyarakat dapat
memanfaatkan kemajuan teknologi yang ada. Dengan adanya pemerataan jaringan
internet juga diharapkan mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah.
Pemanfaatan komputasi awan yang
semakin marak digunakan dan ketersediaan infrastruktur pendukung yang belum
merata seakan membuat gap antara masyarakat yang bertempat tinggal di daerah
dengan fasilitas jaringan yang memadai dan yang tidak. Dengan kata lain,
komputasi awan di Indonesia belum sepenuhnya dirasakan manfaatnya oleh seluruh
masyarakat.
Masih ada saudara-saudara kita yang
hidup tanpa internet, atau bahkan telepon. Pembangunan Palapa Ring yang
digalakkan pemerintah untuk menghubungkan existing
network dengan jaringan baru terutama di Indonesia bagian
timur seakan memberikan secercah harapan bagi masyarakat yang selama ini belum
merasakan manfaat jaringan internet. Melalui percepatan pembangunan
infrastruktur, jauh ke depan kita berharap komputasi awan dapat dimanfaatkan
oleh semua lapisan masyarakat.
Sumber
: geotimes.co.id
https://geotimes.co.id/opini/cloud-computing-dan-kesiapan-infrastruktur-telekomunikasi/