Program Keluarga Harapan(PKH) merupakan salah satu Program Bantuan Sosial di Indonesia yang memiliki
target keberhasilan pengurangan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan Keluarga
Penerima Manfaat (KPM)/penerima manfaat program.
Program Keluarga Harapan yang selanjutnya disebut PKH adalah program pemberian bantuan sosial bersyarat kepada Keluarga Miskin (KM) yang ditetapkan sebagai keluarga penerima manfaat PKH.
Sebagai upaya percepatan penanggulangan kemiskinan, sejak tahun 2007 Pemerintah Indonesia telah melaksanakan PKH. ProgramPerlindungan Sosial yang juga dikenal di dunia internasional dengan istilah Conditional Cash Transfers (CCT) ini terbukti cukup berhasil dalam menanggulangi kemiskinan yang dihadapi di negara-negara tersebut, terutama masalah kemiskinan kronis.
Sebagai sebuah program bantuan sosial bersyarat, PKH membuka akses keluarga miskin terutama ibu hamil dan anak untuk memanfaatkan berbagai fasilitas layanan kesehatan (faskes) dan fasilitas layanan pendidikan (fasdik) yang tersedia di sekitar mereka. Manfaat PKH juga mulai didorong untuk mencakup penyandang disabilitas dan lanjut usia dengan mempertahankan taraf kesejahteraan sosialnya sesuai dengan amanat konstitusi dan Nawacita Presiden RI.
Program Keluarga Harapan yang selanjutnya disebut PKH adalah program pemberian bantuan sosial bersyarat kepada Keluarga Miskin (KM) yang ditetapkan sebagai keluarga penerima manfaat PKH.
Sebagai upaya percepatan penanggulangan kemiskinan, sejak tahun 2007 Pemerintah Indonesia telah melaksanakan PKH. ProgramPerlindungan Sosial yang juga dikenal di dunia internasional dengan istilah Conditional Cash Transfers (CCT) ini terbukti cukup berhasil dalam menanggulangi kemiskinan yang dihadapi di negara-negara tersebut, terutama masalah kemiskinan kronis.
Sebagai sebuah program bantuan sosial bersyarat, PKH membuka akses keluarga miskin terutama ibu hamil dan anak untuk memanfaatkan berbagai fasilitas layanan kesehatan (faskes) dan fasilitas layanan pendidikan (fasdik) yang tersedia di sekitar mereka. Manfaat PKH juga mulai didorong untuk mencakup penyandang disabilitas dan lanjut usia dengan mempertahankan taraf kesejahteraan sosialnya sesuai dengan amanat konstitusi dan Nawacita Presiden RI.
Salah satu indikator Keberhasilan
program untuk mensejahterakan peserta atau penerima manfaat adalah jumlah
peserta graduasi mandiri yang cukup signifikan. Graduasi mandiri adalah penerima manfaat
atau KPM PKH dengan kesadarannya sudah bisa lepas dari program bansos yang
selama ini diberikan pemerintah, karena telah cukup mampu secara ekonomi.
Intinya dalam graduasi ini kesadaran dari penerima manfaat inilah yang utama.
Untuk mewujudkan tujuan dan
mencapai target keberhasilan program tersebut dibutuhkan tim yang solid dan
memiliki komitmen yang kuat dalam pelaksanaan program disemua jenjang. Mulai
dari partisipasi masyarakat, Pemerintah Desa, Pendamping Sosial Masyarakat (PDP
PKH), Pemerintah Kecamatan, Koordinator PPKH sampai dengan SKPD Kabupaten/Kota.
Membangun kesadaran penerima manfaat bantuan sosial PKH yang sudah
dianggap mampu secara ekonomi untuk melakukan graduasi bukanlah suatu pekerjaan
yang mudah, banyak hambatan yang dihadapi.
Salah satu contoh kongkrit nya adalah ketika PDP PKH melakukan kunjungan
kerumah KPM PKH yang dianggap sudah cukup mampu, KPM tersebut seringkali
menolak dan kurang sadar bahwa bantuan PKH hanya diperuntukan bagi warga
fakir dan miskin serta kaum jompo yang memenuhi kriteria, dalam
proses survey kondisi ekonomi KPM PKH ada beberapa kpm yang tidak mengakui
harta yang dimilikinya, bahkan ada yang secara terang-terangan menolak untuk
graduasi karena menganggap bahwa bantuan pkh yang diterimanya merupakan hasil
dari kerajinannya melakukan ritual ibadah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Itulah
contoh hambatan dan tantangan yang dihadapi oleh Pendamping PKH dan Pemerintah
Desa, dalam melakukan penyadaran bagi kpm yang sudah mampu secara ekonomi agar
mereka mau melakukan graduasi.
Kurang sadarnya KPM yang sudah mampu untuk melakukan graduasi, memicu
kecemburuan sosial di lingkungan masyarakat bahkan sering menjadi sasaran
tembak kritikan secara politis bagi Kades dan pemerintahannya, juga bagi PDP
PKH yang sering menerima aduan dari masyarakat. Protes/kritik
warga itu saya kira wajar saja karena secara umum mereka tidak tahu
permasalahan pokok atas permasalahan yang terjadi, menurut penulis hal itu berawal
dari data yang bermasalah. Penulis mengamati setidaknya ada beberapa
permasalahan terkait data tersebut diantaranya :
- Data berganda dan data yang telah dihapus oleh petugas/pendamping sosial masyarakat (PSM) atau petugas pencacah data muncul kembali di tahun berikutnya.
- Data yang berkaitan dengan penerima bantuan iuran jaminan kesehatan nasional, PKH, Rastra, dan lain-lain, kurang singkron antara lembaga satu dan lembaga lainnya.
- Data yang diusulkan secara berjenjang sudah diverifikasi dan validasi, akan tetapi berdasarkan keterangan dari berbagai pihak, data yang turun masih data lama. Akibatnya proses verifikasi dan validasi terkesan tidak berguna.
Lalu pertanyaannya sekarang adalah apa yang harus dilakukan untuk
menghadapi dan menyelesaikan permasalahan tersebut ?
Sebagai warga desa, saya tidak bisa hanya melakukan kritik kepada Pemdes
dan petugas lapangan yang bekerja tanpa memberi masukan solusi, setidaknya ada
beberapa masukan bagi pemdes dan PDP PKH dalam mengurai/menyelesaikan
permasalahan yang terjadi dilapangan, diantaranya sebagai berikut :
- PDP PKH, Pemerintah Desa, Pemerintah Kecamatan, dan pihak lainnya melakukan Koordinasi, dan Kolaborasi untuk optimalisasi upaya penanggulangan kemiskinan.
- PDP PKH, Pemerintah Desa, Pemerintah Kecamatan, dan Pihak Lainnya membentuk tim teknis untuk melakukan pendataan KPM yang sudah mampu secara ekonomi, melakukan musyawarah untuk memverfikasi dan validasi data tersebut secara matang dengan mempertimbangkan masukan dari berbagai sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.
- PDP PKH, Pemerintah Desa, Pemerintah Kecamatan, dan Pihak Lainnya melakukan kunjungan lapangan untuk optimalisasi sosialisasi, mendorong, dan memotivasi KPM PKH yang sudah mampu secara ekonomi agar mereka mau melakukan graduasi mandiri.
- Jika ditemukan KPM yang sudah mampu secara ekonomi, tidak mau melakukan graduasi mandiri. PDP PKH, Pemerintah Desa, Pemerintah Kecamatan, dan pihak lainnya melakukan musyawarah kembali untuk membahas, menyepakati dan memutuskan daftar KPM yang bandel tersebut dilaporkan ke Kementrian Sosial melalui Dinas Sosial Kabupaten agar KPM tersebut di eliminasi dari kepesertaan PKH.
- Untuk menanggulangi permasalahan data utamanya data yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan, Pemerintah Desa dapat membuat basis data terpadu versi desa, salah satu caranya adalah pertama membuat perencanaan kegiatan pendataan desa (dari sisi demografi, sosial, ekonomi, budaya dll), kedua menganggarkannya dalam APBDesa yang dibiayai dari ADD/Dana Desa, ketiga membentuk tim pendata, verifikasi dan validasi data, Keempat melaksanakan kegiatan pendataan, verifikasi, dan validasi, kelima singkronisasi dengan sumber data yang sudah ada (Data Kependudukan, BPS, JKN, IPD, IDM, dll ), Keenam menyajikan data tersebut dalam Sistem Informasi Desa/Pusat data dan Informasi Desa, Ketujuh melakukan evaluasi terhadap pegelolaan data.
Masukan-masukan tersebut diatas selain untuk mengurai dan menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi, juga sebagai upaya untuk melakukan optimalisasi
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, selebihnya menciptakan keadilan
sosial bagi masyarakat juga sebagai upaya untuk membantu pemerintah dalam penangulangan kemiskinan.
Oleh : Asep Jazuli
(Warga
Desa, Blogger, Penikmat Kopi, dan Pecinta alunan musik)
Post a Comment
Sampaikan Komentar Anda Disini....