Seiring disahkannya
UU nomor 6 tahun 2014 tentang desa (UU Desa) perbincangan seputar potensi desa
semakin bergairah, salah satunya terkait potensi wisata yang ada di
desa,Sebagai pemerintahan terkecil yang ada dalam struktur Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) pembangunann di Desa mendapatkan perhatian
yang serius dari pemerintah salah satunya
dengan disahkannya UU Desa tersebutyang memberi kewenangan
lebih besar bagi masyarakat di desa untuk membangun wilayahnya. Salah satunya
dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam(SDA) yang dimiliki desa guna
kegiatan pariwisata.
Dalama tataran
nasional kegiatan pariwisata sudah lama menjadi sebuah industri yang
menghasilkan kontribusi yang cukup besar bagi Negara kita. Bahkan
pertumbuhan kunjungan wisatawan dalam negeri dan luar negeri menunjukkan tren
yang positif dalam 10 tahun terakhir, dan menurut Bank Indonesia (BI)
“bahwa sektor pariwisata ini merupakan sektor yang paling efektif untuk
mendongkrak devisa negara”, salah satu alasannya karena sumber daya untuk
mengembangkan pariwisata tersedia di dalam negeri (desa).
Di era dimana desa
diberi keleluasan yang cukup besar untuk mengurus potensinya tentu menjadi
peluang yang harus di “tangkap” oleh desa dalam hal ini pemerintah
desa, karena kewenangan yang begitu besar diberikan kepada desa juga
dibarengi dengan anggaran-anggaran yang cukup besar mengucur ke desa-desa,
berbagai regulasi telah dibuat pemerintah melalui kementrian yang menangani
desa seperti kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
(Kemendesa PDTT), kepala desa sebagai kuasa pengguna anggaran (Baca : APBDesa)
haruslah serius, seserius harapan masyarakat desa dalam kualitas penggunaan
dana transfer (Baca : Dana Desa) untuk pembangunan. Dalam konteks sektor
pariwisata ataupun pengembangan sektor pariwisata jika sudah ada di
(desa), dan ini dibutuhkangood will dan keberanian untuk
mewujudkannya.
Tahap perencanaan
merupakan momentum yang pas untuk mengusulkan harapan-harapan masyarakat desa
agar terakomodir dan terbiayai oleh APBDesa, oleh karenanya keterlibatan dan
partisipasi masyarakat untuk ikut hadir dalam musyawah desa (Musdes) sebagai
bagian dari siklus perencanaan desa tidak bisa di tawar-tawar lagi, dalam pasal
80 PP 47/2015 bahwa Musdes diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa
(BPD) yang difasilitasi oleh pemerintah desa yang mana dalam Musdes tersebut
disamping dihadiri oleh pemerintah desa dan BPD juga unsur masyarakat, lebih
lanjut ayat 3 pasal 80 PP 47/2015 menjelaskan bahwa unsur masyarakat yang
harus di undang dalam Musdes adalah sebagai berikut :
- Tokoh Adat
- Tokoh Agama
- Tokoh Masyarakat
- Tokoh Pendidikan
- Perwakilan Kelompok Tani
- Perwakilan Kelompok Nelayan
- Perwakilan Kelompok Perajin
- Perwakilan Kelompok Perempuan
- Perwakilan Kelompok Pemerhati & Perlindungan Anak dan/atau
- Perwakilan Kelompok Masyarakat Miskin
Diharapkan dengan
hadirnya beberapa unsur tersebut dalam Musdes, kualitas output
perencanaan semakin lebih baik, dinamika kehidupan masyarakat akan “terangkat”
dan menjadi isu atau bahan pengambilan keputusan Musdes.
Keterlibatan
stakeholder (baca: pemangku kepentingan) desa dalam pembangunan semestinya
harus terjadi, pemerintah desa hanya sebagai pelaksana dari keinginan-keinginan
atau kepanjangan tangan masyarakat desa. Pemerintah desa yang didalamnya
terdapat Kepala desa dan perangkat desa yang notabene bagian dari masyarakat
yang juga memiliki kekurangan dan kelebihan seperti halnya masyarakat lainnya
sangat membutuhkan partisipasi dari semua stakeholder. Partisipasi stakeholder
dalam membangun desa tidak hanya sebatas dalam perencanaan, karena perencanaan
hanya awal dari sebuah proses. Karena keberhasilan pemerintah desa dalam
membangun wilayahnya pada gilirannya akan berdampak pada masyarakat desa itu
sendiri.
Sebagai sektor yang
paling efektif dalam mendongkrak devisa Negara, pemerintah menyiapkan beberapa
langkah strategis guna menunjang proyeksi sektor pariwisata pada tahun 2019
antara lain, ; mempercepat penyelesaian proyek infrastruktur , meningkatkan
kualitas amenitas (fasilitas rumah makan, restoran, toko cinderamata &
fasilitas umum -sarana ibadah, kesehatan, taman dll-) dan memperkuat promosi
pariwisata nasional. Kebijakan ini dapat dipastikan akan bersentuhan dengan
masyarakat desa dan tingkat kesejahteraan ekonomi.
Desa-desa yang berpotensi sebagai daerah testinasi / tujuan wisata mesti memaksimalkan peluang ini, dengan kewenangan yang
cukup besar dan anggaran yang dimiliki desa lagi-lagi dibutuhkan good will dan keberanian menangkap
peluang ini, karena pariwisata pada tahun lalu menjadi penyumbang devisa kedua
setelah kelapa sawit dari sektor non migas. Ini merupakan peluang yang
nyata. Karena kita tidak harus melakukan studi kelayakan bisnis. Wallahu`alam****(RM)21/07/19
Oleh : Ramli Masdari
Penulis adalah Pendamping Desa Pemberdayaan di
Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang***
Sumber : http://nahdliyinsumedang.blogspot.com/
Post a Comment
Sampaikan Komentar Anda Disini....