Perhatian pemerintah pusat
terhadap pembangunan daerah khususnya desa semakin diperkuat dengan adanya dana
desa yang dibagikan ke seluruh desa di Indonesia.
Menurut UU Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, dana desa merupakan dana yang dialokasikan dalam APBN,
diperuntukkan bagi desa dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan masyarakat, dan pemberdayaan
masyarakat. Dana desa dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik di desa,
mengentaskan kemiskinan, memajukan perekonomian desa, dan mengatasi kesenjangan
pembangunan antar-desa.
Adapun arah dan kebijakan dana
desa tahun 2019 adalah : Pertama, meningkatkan pagu anggaran dana
desa. Diperkirakan dana desa 2019 akan mengalami kenaikan dari Rp75 triliun
hingga Rp80 triliun. Kedua, menyempurnakan formulasi pengalokasian
dana desa dengan tetap memperhatikan aspek pemerataan dan keadilan. Ketiga,
mengoptimalkan pemanfaaatan dana desa pada beberapa kegiatan prioritas desa,
yaitu 3-5 kegiatan. Keempat, melanjutkan skema padat karya tunai
dalam penggunaan dana desa untuk pembangunan infrastruktur atau sarana dan
prasarana fisik. Kelima, meningkatkan porsi pemanfaatan dana desa
untuk pemberdayaan masyarakat. Keenam, meningkatkan perekonomian
desa melalui optimalisasi peran Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), menciptakan
produk unggulan desa, dan memberikan kemudahan akses permodalan. Ketujuh,
meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan dana desa melalui kebijakan penyaluran
berdasarkan kinerja pelaksanaan. Kedelapan, sinergi pengembangan
desa melalui pola kemitraan dengan dunia usaha. Kesembilan,
melakukan penguatan atas monitoring dan evaluasi pelaksanaan
kebijakan dana desa, kapasitas SDM perangkat desa, serta koordinasi, konsolidasi
dan sinergi dari tingkat pemerintahan pusat, pemda, kecamatan, hingga desa.
Dana desa tersebut terus
dioptimalkan penyerapannya melalui Peraturan Menteri Nomor 16 Tahun 2018 yang
mencakup tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa sehingga meminimalisir adanya
penyelewengan. Melalui Permen Nomor 16 Tahun 2018 yang diterbitkan oleh Menteri
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia, Eko
Putro Sandjojo, dana desa memiliki beberapa prioritas yang tercakup dalam 3
Ayat di Pasal 4. Prioritas tersebut diharapkan agar desa memiliki arah dan
pandangan mengenai pemanfaatan dana desa tersebut.
Beberapa prioritas penggunaan dana
desa menurut Permen Nomor 16 Tahun 2018 yaitu :
- Penggunaan dana desa diprioritaskan untuk
membiayai pelaksanaan program dan kegiatan di bidang pembangunan desa dan
pemberdayaan masyarakat desa;
- Penggunaan dana desa harus dapat digunakan untuk membiayai pelaksanaan
program dan kegiatan prioritas yang bersifat lintas bidang;
- Penggunaan dana desa harus dapat memberikan
manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat desa berupa peningkatan kualitas
hidup, peningkatan kesejahteraan dan penanggulangan kemiskinan, serta
peningkatan pelayanan publik di tingkat desa;
- Penggunaan dana desa tidak hanya pada program yang bersifat
pembangunan fisik saja melainkan juga peningkatan kualitas SDM atau sumber
daya manusia yang berada di desa;
- Penggunaan dana desa harus dapat meningkatkan kualitas hidup
masyarakat desa seperti pengadaan pembanguan, hingga pengembangan serta
pemeliharaan harta sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan seperti
transportasi, energi, dan beberapa manfaat kebutuhan lainnya;
- Dana desa harus dapat meningkatkan pelayanan publik di tingkat desa
berupa kegiatan di bidang kesehatan (penyediaan air bersih dan sanitasi,
pemberian makan tambahan untuk bayi dan balita, hingga pelatihan
pemantauan perkembanguan kesehatan ibu hamil atau ibu menyusui serta
beberapa kegiatan lainnya);
- Penggunaan dana desa seperti Program Pembangunan Sarana Olahraga Desa
serta peningkatan SDM yaitu Program Kegiatan Padat Karya termasuk
penanganan masalah kemiskinan dan juga pengangguran di desa dengan
menciptakan lapangan kerja baru, harus diputuskan melalui musyawarah desa;
Dalam rangka penggunaan dana desa
harus dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat desa berupa
peningkatan kualitas hidup, peningkatan kesejahteraan dan penanggulangan
kemiskinan, serta peningkatan pelayanan publik di tingkat desa. Maka diperlukan
formulasi kegiatan pemanfaatan dana desa yang sipatnya berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan (Sustaniable
Development) telah menjadi agenda umum dalam setiap proses pembangunan.
Oleh karenanya, seluruh pemangku kepentingan termasuk pemerintah dalam berbagai
sektor pembangunan harus menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
dalam setiap kebijakan maupun rencana pembangunan yang akan dilaksanakan. Salah satunya adalah dengan
membuat program Pembangunan/pengembangan wisata desa dengan pengelolaannya
melalui wadah Badan Usaha Milik Desa.
Pengembangan Wisata Desa perlu didukung
dengan manajemen atau pengelolaan dengan kelembagaan yang solid, fleksibel dan
sederhana serta dinamis. Kelembagaan pengelolaan Wisata
Desa seharusnya bersifat mandiri, melibatkan tokoh Desa dan masyarakat
setempat serta berbasis pada asas manfaat bukan asas keuntungan saja,
keterlibatan masyarakat lokal merupakan unsur utama dalam
pengelolaan Wisata Desa ini untuk mengambil bagian aktif dalam semua
proses, meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan, termasuk didalamnya
pengusahaan kegiatan ekonomi yang bisa dikembangkan dari Wisata
Desa dengan demikian masyarakat akan tumbuh rasa memiliki terhadap
perkembangan pariwisata di desanya, sebagai pengelola sekaligus penerima
manfaat. Dan BUMDesa adalah kelembagaan tingkat desa yang dianggap ideal untuk
mengelolanya.
Kiprah Pendamping Lokal Desa dalam
Upaya Pendampingan Pengembangan Wisata Desa Berbasis Masyarakat
Salah satu daerah yang akan melakukan
pengembangan wisata desa adalah Desa Cibatu Kecamatan Karangnunggal Kabupaten
Tasikmalaya, Jawa Barat. Dengan potensi sumber daya alam nya yang aduhai bagai
wanita cantik, menurut keterangan Pendamping Lokal Desa Cibatu, Riswandi, desa
tersebut sedang berupaya untuk mewujudkan kegiatan pengembangan wisata gunung
kedok.
Pendamping Lokal Desa Kecamatan Karangnunggal, Riswandi, menerangkan bahwa
proses pendampingan pengembangan wisata gunung kedok bermula dari observasi pada
potensi desa yang ada, baik itu potensi SDA dan potensi sosialnya. Setelah mereka melakukan observasi lalu mereka
memetakan langkah-langkah yang harus dilakukan.
Wandi, sapaan akrab Riswandi, juga menerangkan
langkah-langkah yang ia lakukan saat mendampingi proses pengembangan wisata
desa tersebut. Langkah awal yang ia lakukan adalah membangun komunikasi dengan
unsur masyarakat, diantara nya dengan pemerintah Desa, BPD, Tokoh Agama, Tokoh
Masyarakat, Pemuda, Tokoh Pemuda, Tokoh Perempuan dan lainnya. Komunikasi yang
dibangun oleh Riswandi menyimpulkan bahwa semua tokoh tersebut menyetujui
kegiatan pengembangan wisata gunung kedok.
“saya melakukan komunikasi untuk mensinergikan semua stakeholder di desa terkait pandangan, respon, dan dukungn terhadap potensi pengembangan wisata, Strategi yg saya lakukan dg membuat sebuah kuisioner yg kurang lebih isinya seputar tanggapan, respon, dan dukungan terhadap gagasan saya untuk mengembangka potensi pariwisata, mereka yg saya kunjungi diantaranya, Ket. BPD, Ket. LPM, Tokoh Masy. Tokoh Agama, Tokoh Pemuda, Tokoh Perempuan, alhamdulillh semuanya mereka mendukung 100% dibuktikn dg menandatangani kuisioner tersebut.” terangnya.
Masih menurut Riswandi, setelah proses komunikasi
dengan beberapa tokoh tersebut dilaksanakan, tahap selanjutnya adalah membuat
konsep untuk legitimasi dalam penetapan status aset yang selanjutnya akan
dibahas dalam Musyawarah Desa.
“Setelah tahap awal yaitu tahap investigasi dg metode observasi, wawancara dan meyebarkn angket, tahap selanjutnya sedang membuat konsep untuk legitimasi dalam penetapan status aset pariwisata yg akn dibahas dlm musyawarah desa khusus” ungkapnya.
Setelah status kepemilikan aset pariwisata ditetapkan,
langkah selanjutnya menyiapkan konsep yg mengarah pada legalitas pengelola
pariwisata sebagai pertanggungjawaban administratifnya. Eksekusi pengembangan dan pengelolaan pariwisata
tentunya membutuhkan manajemen yang baik, mulai dari perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban. Hal ini perlu
dukungan, dan partisipasi dari semua pihak terutama dari Pemerintah Desa dan
BPD sebagai leading sektor pengambil kebijakan dalam Perencanaan dan
Penganggaran di Desa.
Sehingga tujuan dari pengembangan dan pengelolaan
pariwisata untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, melestarikan SDA,
menciptakan lapangan kerja, menambah PADes, dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat desa, akan tercapai.
Artikel ini
merupakan Best Praktice/Pengalaman Lapangan Pedamping Lokal Desa Pendamping
Lokal Desa Kecamatan Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat***
Ditulis Oleh :
Asep Jazuli
Pendamping
Lokal Desa Kecamatan Cibugel Kabupaten Sumedang
Post a Comment
Sampaikan Komentar Anda Disini....