Kemiskinan merupakan
masalah multidimensi, mendasar, dan krusial karena menyangkut kehidupan dan
penghidupan banyak penduduk. Kemiskinan bukan hanya menyangkut masalah
rendahnya pendapatan, namun juga tidak adanya kesempatan mencapai standar hidup
tertentu, seperti kecukupan pangan, kesehatan, keterlibatan dalam lingkungan
sosial, penghargaan masyarakat, dan pendidikan yang memadai. Kemiskinan dapat
juga berarti kehilangan kesempatan untuk mencapai kualitas kehidupan tertentu,
seperti panjang umur, sehat, terbebas dari kelaparan, kepemilikan akses
terhadap sarana kesehatan, air bersih, pendidikan, dan sosial. Masalah
kemiskinan juga selalu ditandai dengan adanya kerentanan, ketidakberdayaan,
keterisolasian dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi.
Masalah kemiskinan ini
perlu dijadikan prioritas penanganan karena apabila masalah ini tidak diatasi
secara sungguh-sungguh, terpadu, dan berkelanjutan dapat menjadi pemicu
munculnya permasalahan sosial lain yang lebih kompleks. Mendesaknya masalah
kemiskinan untuk segera diatasi didasari oleh angka kemiskinan yang relatif
tinggi.
Demikian halnya di
Indonesia, berbagai upaya untuk menanggulangi kemiskinan sudah lama dilakukan
pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari regulasi yang telah ditetapkan, yaitu:
1) UUD 45, yang mengamanatkan semua Warga Negara berhak atas kehidupan yang
layak bagi kemanusiaan, bebas dari kemiskinan, dan keterlantaran, 2) UU Nomor
13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, serta 3) Keputusan Menteri
Sosial Nomor 146/HUK/ 2013 tentang Penetapan Kriteria dan Pendataan Fakir
Miskin dan Orang Tidak Mampu. Sebagai implikasi dari regulasi tersebut, sejak
era orde baru, penanganan kemiskinan terus menerus dicantumkan sebagai program
prioritas dalam pelaksanaan pembangunan. Strategi Nasional
Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) juga memprioritaskan program penanganan
kemiskinan, perluasan kesempatan kerja, serta revitalisasi pertanian, dan
perdesaan.
Beberapa program
penanggulangan kemiskinan yang pernah digulirkan pemerintah antara lain Program
Keluarga Sejahtera (Prokesra), Program Pembangunan Keluarga Sejahtera, Program
Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program Kesejahteraan Sosial (Prokesos), serta
program terkait lain, seperti Program Kredit Mikro, Program Pendukung
Pemberdayaan Masyarakat dan Pemberdayaan Daerah, Pengembangan Prasarana
Perdesaan, Program Beras untuk Keluarga Miskin, Program Penanggulangan
Kemiskinan Perkotaan (P2KP), Program Pengembangan Kecamatan (PPK) untuk
masyarakat perdesaan, Program Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Dampak Krisis
Ekonomi (PDMDKE), PNPM, KUR, PKH, BPNT, sampai dengan Dana Desa yang diarahkan
untuk menanggulangi kemiskinan. Serangkaian program ini memiliki tujuan sama,
yakni pengentasan rakyat Indonesia dari kemiskinan.
Selain menjadi perhatian
serius oleh Pemerintah Pusat, Penanganan masalah kemiskinan juga menjadi
perhatian dari Pemerintah Daerah
khususnya di Kabupaten Sumedang. Dilansir dari media sumedang.online, Bupati Sumedang, H. Dony
Ahmad Munir menyoroti masih tingginya angka kemiskinan di Kabupaten Sumedang.
Secara eksiting Sumedang berada pada angka 9,79 persen melampaui angka rerata
kemiskinan di Jawa Barat yang mencapai 9,76.
Karena itu dia menekankan agar ada bentuk keseriusan dari
berbagai pihak untuk dapat mengentaskan kemiskinan di Kota Tahu. ”Pada RPJMD Kabupaten
Sumedang tahun 2018-2023, telah ditetapkan target kinerja penurunan angka
kemiskinan progresif, yakni 0,8 persen setiap tahunnya, minimal menjadi 5,76
persen pada tahun 2023 mendatang” ungkap Bupati.
Saat Upacara Puncak Peringatan Hari Jadi ke-441 Tahun 2019 di
Alun-alun Kabupaten Sumedang, bulan april yang lalu, Bupati
Sumedang mengapresiasi jajaran Pemerintahan Kabupaten Sumedang serta segenap
komponen daerah, yang selama ini telah bekerja keras dan bersinergi melalui
pola Pentahelix, yakni sebuah skema kolaborasi antara elemen pemerintah,
akademisi, pelaku usaha, masyarakat, dan media.
“Hasil dari kerja keras selama ini, kita telah berhasil meraih berbagai capaian positif, antara lain keberhasilan pemerintah Kabupaten Sumedang dalam meraih pengharagaan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebagai apresiasi atas partisipasi program Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPKAD). Ini meruapakn kado istimewa bagi Hari Jadi Sumedang ke 441, yang mudah-mudahan menjadikan kita lebih semangat dalam bekerja, sekaligus sebagai salah satu ikhtiar dalam rangka mengurangi tingkat kemiskinan di Sumedang,” ungkapnya.
Sebagai warga desa
dipinggiran Kabupaten Sumedang, membaca ungkapan Bupati diatas, ada pertanyaan terkait dengan upaya penanganan masalah kemiskinan di Kabupaten
Sumedang. Pertanyaannya adalah dengan tertuangnya di RPJMD target kinerja penurunan
angka kemiskinan progresif, yakni 0,8 persen setiap tahunnya, minimal menjadi
5,76 persen pada tahun 2023, formulasi
dan inovasi Apa yang dibuat oleh Pemkab Sumedang untuk mencapai target tersebut?
Pertanyaan terkait
formulasi dan inovasi apa yang dibuat ? saya kira, perlu diperjelas oleh
Pemerintah Kabupaten Sumedang, baik itu dari sisi ketersedian regulasi daerah yang secara spesipik menyasar pada penanggulangan kemiskinan,
dukungan anggaran, indikator yang akan dipakai untuk mengukur tingkat kemiskinan, ketersediaan data yang valid dan tersingkronisasi, leading
sektor program, pelaksana teknis, sampai pada tataran kegiatan yang bersipat
teknis dilapangan. Semua itu perlu diperjelas dan tersosialisasi kepada semua
pihak termasuk pada warga desa seperti saya ini yang mungkin “Kudet” kurang
update dan sebagai orang yang masih awam dalam urusan pemerintahan.
Agar program tersebut dapat berjalan secara optimal dan
dapat dilakukan oleh semua pihak secara gotong royong, partisipatif, dan
tersingkronisasi sesuai perannya masing-masing.
Sebuah Opini dari warga desa dipinggiran Kabupaten Sumedang***
Oleh : Asep Jazuli
(Warga Desa di Kecamatan Cibugel-Sumedang, Penikmat Kopi, dan Pemain Game Online)