INSAN DESA
INSTITUTE -
Desa merupakan suatu institusi kemasyarakatan yang diwariskan secara
turun-turun oleh masyarakat. Melalui desa ini masyarakat setempat mengatur dan
mengurus dirinya sendiri, termasuk melakukan pengelolaan konflik dan
mengembangkan kemaslahatan bersama. Inilah jati diri desa. Dalam konotasi
inilah desa dimaknai sebagai suatu masyarakat hukum ataupun entitas
sosialpolitik dan kultural yang bukan hanya berhak namun juga mampu mengatur
dan mengurus kepentingan-kepentingannya sendiri, termasuk juga dalam konteks pilkades
untuk memilih pemimpin desa yang akan menentukan nasib kemaslahatan masyarakat
desa.
Pilkades merupakan salah satu ruang
ekspresi yang representatif bagi masyarakat desa untuk menentukan sikap dan
rasionalitas politiknya, terutama dalam proses terjadinya sirkulasi kekuasaan
di tingkat desa. Kehadiran UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa kemudian
berlanjut dengan hadirnya Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang sudah dirubah
menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 menjadi babak baru bagi
perhelatan demokrasi elektoral di tingkat desa. Pada pasal 41 ayat (3) huruf C
PP tersebut sudah diatur terkait penetapan calon Kepala Desa sebagaimana
dimaksud pada huruf b paling sedikit 2 (dua) orang, dan paling banyak 5 (lima)
orang calon.
Pemilihan kepala desa dilaksanakan secara
serentak di seluruh wilayah kabupaten/kota dan dapat dilaksanakan secara
bergelombang paling banyak 3 (tiga) kali dalam waktu 6 (enam) tahun. Jika
terjadi kekosongan jabatan maka bupati/walikota menunjuk pejabat kepala desa
yang berasal dari pegawai negeri sipil di lingkungan pemerintahan
kabupaten/kota.
Pemilihan kepala desa dilaksanakan melalui
beberapa tahapan, yaitu: 1. Persiapan; 2. Pencalonan; 3. Pemungutan suara; dan
4. Penetapan.
Dalam
pelaksanaannya begitu mendetail keterkaitan antara pihak-pihak yang terkait
dalam pelaksanaannya. Sehingga, perlu ketelitian dari tiap calon pemilih dalam
menilai calon pemimpin yang akan dipilihnya tersebut. Pelaksanaan pilkades terasa
lebih spesifik dari pada pemilu-pemilu di atasnya. Hal tersebut disebabkan karena adanya kedekatan dan
keterkaitan secara langsung antara pemilih dan para calon. Sehingga, suhu
politik di lokasi sering kali lebih terasa dari pada saat pemilu pemilu yang
lain. Pengenalan atau sosialisasi terhadap calon-calon pemimpin bukan lagi
mutlak harus lagi penting. Para bakal calon biasanya sudah banyak dikenal oleh
setiap anggota masyarakat yang akan memilih. Namun demikian sosialisasi program
atau visi misi sering kali tidak dijadikan sebagai media kampanye atau
pendidikan politik yang baik. Kedekatan pribadi, figuritas, bahkan sampai dengan pendekatan uang dan mistis sering kali terasa dalam kontestasi pilkades untuk mempengaruhi pemilih.
Selain itu dalam pilkades, orang-orang
berlomba menjadi suksesor calon. Tentunya karna sudah membudaya,
antara simpati politik, uang bahkan ikatan sodara. Tetapi tidak jarang banyak
orang desa memlih karena uang, di samping kecintaan pada calon itu sendiri.
Tetapi di balik uang yang tidak dapat
dipungkiri dalam ajang pesta politik desa. Ada sajian yang berbeda dari politik desa, yaitu
kesediaan masyarakat untuk bertamu kepada setiap calon. Sebab di desa
masih terjaga tradisi, calon kades membuka rumahnya setiap malam menjelang
Pilkades. Tradisi seperti ini merupakan tradisi turun-temurun yang masih
berlangsung sebagai budaya politik pedesaan. Tidak peduli dengan suka atau
tidak sukanya kepada calon tersebut. Mayoritas masyarakat seperti bebas tidak
terbebani pilihan politiknya terhadap salah satu calon tersebut.
Selain itu pendekatan mistis juga terasa
jika akan diadakan Pilkades. Pemilih desa dominan suka pada calon, terkadang
ada pula dominan tanda-tanda hitung-hitungan mistik sebagai dasar dia memilih.
Berbeda dengan nasional yang hanya berkutat pada penggiringan opini di media-media
besar untuk menarik simpati pemilih.
Pilkades
merupakan salah satu bentuk pesta demokrasi yang begitu merakyat. Pemilu
tingkat desa ini merupakan ajang kompetisi politik yang begitu mengena kalau
dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran politik bagi masyarakat. Pada moment ini,
masyarakat yang akan menentukan siapa pemimpin desanya selama 6 tahun ke depan.
Dalam pemilihan
pemimpin desa sudah saatnya yang harus diutamakan masyarakat ialah tentang kapabilitas dari
calon-calon pemimpinnya. Suatu desa tidak hanya dapat dipimpin oleh
pemimpin yang bermodalkan kefiguritasan. Pemimpin yang dibutuhkan oleh
masyarakat sekarang yakni seseorang memiliki akseptabilitas ditunjang oleh
moral/integritas, intelektualitas, dan trackrekord yang baik, memiliki kemampuan yang cukup untuk memimpin dan membimbing
masyarakatnya dan juga memiliki kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan
dan kemampuan memimpin, serta memiliki wawasan dan pandangan yang
luas terhadap pembangunan dan perbaikan desa. ***
Baca Juga : Urgensi Kaderisari Kepala Desa,.Klik Disini
Baca Juga : Urgensi Kaderisari Kepala Desa,.Klik Disini
Post a Comment
Sampaikan Komentar Anda Disini....